Rabu, 19 Agustus 2015

Teguran dari Tuhan

Hello Happy Readers,

  Gimana kabarnya, Teman-teman? Semoga dalam keadaan sehat wal afiat, yang sakit diberi kesabaran dan penyakitnya segera disembuhkan Sang Khalik. Ada satu pepatah, pasti ada hikmah di setiap kejadian. Bagi umat muslim, setiap kejadian buruk merupakan sarana introspeksi dan teguran dari Allah SWT supaya kita bisa lebih baik lagi. Inilah yang sedang saya rasakan saat ini.

   Teman-teman, perasaan saya lagi sedih nih, karena baru aja terjadi kejadian yang nggak diharapkan terjadi di rumah. 

Gini ceritanya...

   Dua hari lalu, ada kejadian yang bikin shock. Sebelum adzan maghrib berkumandang, Khaira, temen main Sera sekaligus putri tetangga kami jatuh persis di teras depan rumah sampai dahinya sobek. Tangisan dan jeritannya memekakkan telinga semua yang ada disitu, suami saya, saya, dan mbak-mbak tetangga yang lagi kumpul-kumpul. 

   Bergegas mbak-mbak cari tisu buat menyeka darah yang mengucur deras dari dahi Khaira.  Saya saat itu segera cari kerudung dan jaket buat ke luar, lihat keadaan saat itu. Sementara suami juga ikutan panik, terperanjat dari kamar. Jeritan Khaira nggak berhenti, darahnya terus keluar dari dahi si mungil Khaira.  Mbak-mbak makin panik, hilir mudik, ada juga yang cari es batu di kulkas. 

   Tisu bekas darah berhamburan di lantai, dua tangan Khaira mencengkram erat-erat tangan mbaknya, Nia.  Jeritan makin meraung saat bongkahan es batu ditempel ke dahi Khaira. Baju khaira basah sama keringat dan darah. Semua panik.

   Beberapa menit kemudian saya ke teras, lihat ada luka goresan sekitar 4 cm di dahi kiri Khaira, darah sudah mulai berhenti mengalir. Tanpa ba bi bu saya ajak Khaira dan Mbaknya langsung ke rumah sakit. Saat itu suami sampai lupa naruh kunci mobil di mana. Untung aja budhe, asisten kami berhasil menemukan kunci dan suami langsung keluarin mobil.

   Saat kejadian Bunda Khaira sedang nggak ada di rumah. Setelah minta izin ke ayah Khaira, kami berangkat menuju rumah sakit. Ayahnya lalu nyusul naik motor. 

  Di mobil suami bilang ke Khaira, "Udah nggak apa-apa ya, Ka..". Beliau soalnya lihat dahi Khaira udah nggak keluar darah, dan kami juga lihat sobekan di dahinya nggak besar. Pokoknya tujuan kami harus segera ke UGD untuk memastikan kondisi Khaira.

   Mobil meluncur ke RS Premier Bintaro, rumah sakit paling dekat di sekitar kami saat itu.  

   Yang di bayangan saya waktu itu, kenapa saat kejadian nggak ada satupun mbak-mbak ada di sekitar Khaira? Kondisinya cuma ada Sera dan Khaira.  Penyebabnya adalah Khaira pakai sendal baru, kebesaran, terus waktu mau naik ke teras sepatunya nyangkut dan dia jatuh seketika. Dahinya kebentur lantai pembatas di bawah pintu yang bersiku.

   Saya ngerasa salah, nggak ada di tempat waktu kejadian. Sebelumnya saya sempat perhatikan Sera dan Khaira lagi asyik main, Khaira naik turun teras halaman sendiri. Saya pikir waktu itu, "Wah, hebat Khaira udah bisa naik turun sendiri..." 

  Terus waktu Khaira turun ke halaman depan menuju kumpulan mbak-mbak, saya masuk ke kamar. Ternyata, Khaira dan Sera balik lagi ke rumah. Di situlah kejadiannya. Suami nggak kalah nyeselnya, soalnya udah ada feeling kalau anak-anak tadi harus diawasin. Pas mau bilang gitu ke saya, eh Khaira udah menjerit.

Amazing Khaira...
   Dalam perjalanan, Khaira duduk di pangkuan Mbak Nia, posisi pelukan saling berhadapan.  Mbak Nia nggak henti-hentinya minta maaf ke Khaira sepanjang jalan.  Tangisnya udah berhenti total.  Mata sayunya merah sembab, tapi nggak menghilangkan raut mukanya yang lucu.  Duh, anak yang baru ulang tahun ke-2 seminggu lalu dapat 'hadiah' seperti ini. Sediih rasanya.

   Tapi Khaira anak yang kuat. Dalam perjalanan, perasaan kami diselimuti khawatir dan panik. Khaira bilang, "Tatuh... Ngga Papa.." (Jatuh, Ngga apa-apa...). Ekspresi polosnya seolah menyiratkan nggak ada apa-apa.  Mbak Nia tanya, "Kakak, sakit ngga?" terus katanya lagi, "Tatiit.. Ngga papa..." (Sakit, nggak apa-apa). Lalu Khaira diam lagi, dibalas dengan elusan dan hujanan minta maaf Mbak Nia.  Rasanya saya ikut merasakan di posisi mbak Nia kaya gimana.  

   Sera terus-menerus tanya kondisi Khaira tanpa berani melirik ke arahnya.  Muka Sera menghadap ke jendela. Tapi dia ngoceh terus, tanya Khaira kenapa kok begini begitu.  

   Akhirnya kami sampai juga di  UGD Rumah Sakit Premier. Khaira nangis lagi, histeris.  Kata Mbak Nia, kalau Khaira ke rumah sakit atau ketemu dokter memang selalu begitu, nangis.  Kami lalu masuk ke salah satu ruangan, kondisi saat itu pasien UGD sedang penuh.  Syukur kami masih dapat ruangan.

   Suster datang lalu tanya nama Khaira, mana orang tuanya, lalu mengompres dengan cairan disinfektan.  Tangisan dan jeritan histeris Khaira menggema di UGD. Susternya sampai mengernyitkan dahi, begitu tempel kapas ke dahi Khaira.  Kepala Khaira berontak, goyang-goyang sampai perbannya lepas.  

  Kata suster, Khaira harus di jahit 3-4 jahitan. Untuk itu, keputusan tindakan harus nunggu orang tua Khaira datang. Tangan dan badan Khaira makin kencang nempel ke badan Mbak Nia. 

   Cemas menyergap kami lagi di ruangan UGD. Apa Khaira bisa dijahit dengan kondisi seperti tadi? Tenaganya yang kuat, dia goyangkan badannya menolak dipegang suster.  Jeritannya nggak kalah kenceng.  Untuk sedikit menenangkan Khaira, suami cari kue dan minuman untuk kami.

  Sambil menunggu Ayah dan Bunda Khaira datang, Suami kasih Khaira coklat lolipop bentuk boneka. Khaira langsung melahap coklat tadi, yah, setidaknya bisa mengalihkan perhatiannya sama ruangan UGD dan suster barusan.

   Sepuluh menit berselang, Ayah Khaira datang, lalu mengurus administrasi. Lima menit kemudian Bundanya datang ke ruangan kami berkumpul. Semua keluarga Khaira lengkap di dalam ruangan. 

   Raut wajah Bunda Khaira menyiratkan rasa khawatir yang besar. Dahinya berkerut, bibirnya memutih. Tanpa berkata apa-apa, Bunda langsung memeluk Khaira.  Sediih banget rasanya hati ini. Pemandangan yang sebetulnya saya nggak mau lihat. 

Setelah itu saya, sera dan suami pamit ke ruang tunggu.  

**
   Menit demi menit, kami tunggu.  Bayangkan, kondisi seperti apa di dalam. Bisakah Khaira dijahit? Sambil menunggu kami saling berpandangan, merasakan sedih dan cemas.  Ini adalah teguran keras untuk kami semua supaya lebih hati-hati lagi mengawasi anak-anak kami. Cukuplah kejadian ini sekali terjadi, nggak ada lagi kecelakaan di rumah.  Sampai suami terpikir untuk memplester atau halangi area sekitar halaman dengan benda tumpul.

   Belum ada tanda-tanda apapun setelah beberapa puluh menit berselang.  Lalu tiba-tiba ada jeritan anak kencang sampai ke ruang tunggu. Pastilah ini Khaira, batin saya.  Tangisannya memilukan, sedih sekali rasanya.  

  Cukup lama kami dengar tangisan itu, sampai akhirnya berhenti.  Dari situ saya janji, lebih perhatian lagi sama anak-anak yang main di rumah.  Bukan hanya anak sendiri, tapi semuanya harus lebih diperketat lagi pengawasannya.  

  Khaira dan Bunda, juga Mbak Nia keluar ruangan. Ayahnya ke bagian administrasi mengurus pembayaran.  Khaira sudah jauh lebih tenang sampai di ruang tunggu.  Tangisnya udah berhenti total. Kini dia ada dalam dekapan Bundanya yang menenangkannya.  Saya pun tawarkan sepotong kue pelangi buat Khaira, dan si mungil ini emang doyan banget ngemil.  Langsung hap, satu gigitan kue itu masuk ke mulutnya. Bundanya bilang, "Kakak, laper ya?" Tapi Khaira nggak jawab, masih memeluknya erat sementara Khaira teruskan kunyah kue. 

   Lega rasanya, Khaira udah ditindak dokter.  Meskipun sekarang dahinya di perban, nggak menghilangkan kelucuan Khaira.  Kecuali begitu lihat baju pink yang dipakai Khaira, tampak lusuh, basah, bersimbah darah dan keringat. Jadi muncul rasa iba.

  Khaira akan kontrol hari Kamis, untuk lihat jahitannya. Lalu setelah itu hari Senin kembali ke rumah sakit untuk dibuka jahitannya.  

  Saya pun langsung minta maaf sama Bundanya Khaira, maaf karena pas kejadian itu Khaira lagi ada di rumah.  Saya minta maaf karena harusnya ikut menjaga, jadi saya juga harus ikut tanggung jawab atas musibah ini.  Kemudian Bundanya Khaira bilang, "Nggak apa-apa mbak.." Entah, saya rasakan kejadian ini seperti saya sendiri ada di posisi Bundanya Khaira.  Khaira sudah seperti saudara sendiri buat saya.

  Kami pun saling berpamitan pulang, sebelum itu saya bilang, "Kakak Khaira hebat, kuat..." ucapan itu benar-benar menggambarkan perasaan kagum saya saat itu sama si mungil Khaira.  Betapa cepatnya dia berhenti nangis saat baru kejadian jatuh, lalu dia bilang sendiri, "Nggak papa.." Ah, sukses bikin hati saya meleleh karena kuatnya anak ini melawan rasa sakit.  

   Lutut saya masih lemas, dalam langkah menuju pulang, juga begitu sampai ke rumah.  Hari ini dan ke depan, harus lebih awas lagi. Meskipun begitu, saya masih menyempilkan rasa syukur pada Tuhan, Khaira 'hanya' dijahit 3 jahitan saja.  Dan anggota tubuh lainnya nggak ada yang terluka.  Alhamdulillah...

**
  Keesokan harinya, sore hari waktu anak-anak berkumpul.  Sepi rasanya sore tanpa Khaira.  Saya dan Sera udah berencana main ke rumah Khaira, mau nengok sekalian ajak main.  Kami juga ajak teman Sera yang lain ikut jenguk Khaira, namanya Karema.  

 Setelah panggil-panggil Khaira dari luar, akhirnya Mbak Nia bukakan pintu.  Muncul Khaira, berbaju batik merah, rambutnya dikuncir dua, wajah sumringah mulutnya penuh makanan.  "Khaira lagi makan, Ka.." sambut Bunda Khaira.  Wajah Khaira sama seperti sebelumnya, ceria dan aktif banget.  Kaya nggak sakit sama sekali.  Heran saya. 

  Akhirnya sore hari itu kami pindah kumpul di teras depan rumah Khaira, anak-anak main doodling, gambar-gambaran bareng. Emang, Khaira anak yang kuat, ceria, dan aktif.  Sama seperti hari-hari biasa, dia selalu ceria dan nggak mau diem.  Sukanya jalan kesana ke mari, masuk rumah, bawa mainan, dan ngoceh.  

  Sementara itu, Bundanya yang sibuk, ikutin Khaira supaya luka di dahinya nggak kebentur lagi.   Syukurlah, bisa ngeliat wajah Khaira ceria lagi jadi obat kangen kami. Khaira termasuk kesayangan mbak-mbak juga, pasti mereka bakal kehilangan main bareng Khaira nih. Setidaknya sampai lukanya benar-benar sembuh. 

  Begitulah musibah yang berakhir dengan instrospeksi dan juga hikmah... Ini saya ambil  pelajaran sebagai teguran dari Tuhan. Moga nggak ada kejadian seperti tadi menimpa kami dan juga Teman-teman semua. 

   Mohon doa untuk kesembuhan Khaira yah Teman-teman... Terima kasih^^


2 komentar:

  1. Kejadian khaira persis dengan yg waktu aku alami mak.. Ketika SMP, kepala ku juga terbentur sampai darah mengucur banyak. Alhamdulillah sih gak menyebabkan luka serius.
    Aamiin..semoga khaira cepat sembuh yaaa lukanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Syukur alhamdulillah, mbak Winda ga sampai serius lukanya.. Makasih banyak doanya, semoga Allah balas kebaikan Mbak Winda, Aaminn..^^

      Hapus

Terima kasih atas kunjungan dan komentar Teman-teman :)