Jumat, 14 Juni 2013

Mameh's Story on Hijab Day 2013.

Penasaran deh ke acaranya Hijabers Community Jakarta. Temanya "Hijab Day It's Your Day".  Ajang silaturahim, bazaar, fashion show dari designer muda berbakat, talkshow, dan launching Hijabers Community Jakarta pada tanggal 25 Mei 2013 lalu.  Acara ini mulainya dari jam 10 pagi sampai 10 malam di  Gandaria City.  Kebetulan akhir minggu waktu itu Mameh towel Bebeh buat dateng ke sini. Biasanya kan kaum adam suka males nganter acara ibu-ibu.  Syukur Bebeh baik hati dan tidak sombong ini setia menemani.  Hehe.  

Awalnya si Mameh kepo banget abis liat timeline Hijaber di twitter yang promosiin acara ini.  Biar disini bisa liat yang seger-seger gitu, model terbaru hijab, fashion muslimah, hijab stuff, asesoris hijab, dan per-hijab-an lainnya.  Syukur-syukur ketemu sama bintang tamu Mbak Dewi Sandra sama Marshanda, ihiy.  Tapi sayang, saya kesana menjelang magrib jadi ngga sempet ikutan talkshow mereka jam 4 sore.  Anyway, dengan beli tiket masuk 25 ribu sudah bisa memuaskan ke-kepo-an Mameh.  Ini dia jepretan si Mameh di acara Hijab Day 2013.

Spot foto buat pengunjung acara :)

Mbak'e unyu deh.. Saya ikutan jepret yah..

Salah satu tenant di Hijab Day 2013

Pohon hijab... Dipilih dipilih...

Mbak'e hijabnya kemana? Hehe..

Yak, selain bazaar, disini juga kita bisa ngintip koleksi hijab dari designer muda berbakat Kamiidea, Ria Miranda, dan Jenahara.  Lumayan memuaskan kepo nih, alhamdulillah.  Saya berhasil jepretin fashion show ini berebutan sama pengunjung lain.  Dapet posisi dibawah ketiak orang, hmm, begini rasanya ya berburu foto kaya fotografer itu.  Hehe.  Ah ya, koleksi Ria Miranda nuansanya kalem, warna-warna khaki, krem, dan menurut saya simpel cantik.  Sedangkan Jenahara Nasution koleksinya lebih berani dengan warna warni navy, merah, putih, biru tua, asesoris topi, kalung dan kacamata aviator.  Seru.  Here they are...

Ria Miranda's




Jenahara Nasution's
Kacamata Aviator + Topi.. Wow..


Jenahara's




Gimana fashion shownya? Seru ngga? Hehe.. Makin sini tren hijab makin kreatif ya.  Nah setelah acara fashion show langsung penutupan keseluruhan acara Hijab Day It's Your Day. Yaah, bentar bangeet.. Jadi pengen lihat tahun depan nih.  Hehe.

Oia, selama saya ngikutin acara tadi, Bebeh sama Sera main di arena anak Lollipop Gandaria City.  Jadi sebelumnya Bebeh nawarin biar dia aja yang ngasuh Sera sementara Mameh masuk ke dalam.  Hehe.  That's my man, Thank U So much, Somay, So'un, Sosis, ya Beb.

Finally, pakai hijab jangan khawatir ketinggalan jaman deh.  Sekarang lagi nge-tren banget pakai hijab syar'i dan stylish.  Designer-designer hijab muda bertaburan, banyak mengeluarkan koleksi mereka buat para hijabers.  Kesadaran wanita memakai jilbab juga naik seiring makin banyaknya jumlah pemakai jilbab dan hijab di sekitar kita bahkan di dunia.  Pakai hijab itu indah, aman, nyaman, dan tentram.  Semoga kita selalu istiqomah dalam berhijab, bukan untuk siapapun, tapi untuk Allah SWT.  Aamiin YRA.


Nungguin sambil main di Lollipop.. :')
Mamam dulu di Food Court.. Penuh sekali...

Mari makaan.. Omelette yang mirip telor dadar yah..

Found this vintage stuff.  Hwah.

Musholla beside vintage drums and boxes..
 

Kamis, 13 Juni 2013

Video Benar Awalnya, Lancar Menyusuinya by AIMI ASI.

Ngintip video sukses menyusui ahh... Saya merekomendasikan video ini untuk calon ibu, dan ibu yang ingin sukses menyusui.  Selamat menyimak.






Pejuang ASI - 2

    Lama berkutat di #tantangan3, saya masih ngga puas karena Sera masih rewel.  Nangis, nangis, dan nangis lagi.  Saya sudah konsultasi dengan dokter dan konselor ahli menyusui nih.  Belum cukup juga menenangkan si bayi.  Sementara saya terus melakukan saran-saran dan teknik-teknik mengatasi masalah ASI sesuai petunjuk mereka. 

    Lelah mulai mendera, sebagai ibu pastinya gak tega melihat anak kelaparan karena ASI-nya ga cukup.  Sera semakin kurus walaupun hanya pipinya saja yang chubby.  Kan sedih bangeet rasanya.  Jika kuncinya di ilmu perlekatan sudah saya coba terapkan tapi bayi masih menangis, sementara saya lemah dan mudah menyerah alias tidak happy dan ga ada 'me time'.  ASI jadi ngga pol keluarnya.  Teknik perah, menenangkan bayi, beberapa kali pijat payudara yang bikin semua badan nyeri, pokonya semua saya lakonin. Tapi ASI masih kurang.  Hupffff, tarik nafas panjang.  

Berpikir, berpikir, berpikir!





    Alhasil,  kenapa ngga pakai donor ASI saja? toh, dari cerita di internet banyak yang komit ASI eksklusif dan memakai teknik ini kalau kesulitan ngasih ASI.  Setelah diskusi dengan suami dan ibu akhirnya saya mencari informasi ke mbak Antjheu dan dokter Frecillia, dapatlah nomer mbak Esti.  Nah mbak Esti ini staf bagian per-donor-ASI-an di AIMI Jawa Barat.  Beliau bantu saya mencari dan memberikan ASIP - ASI Perah untuk Sera.  

   Wah, bagai mendapatkan angin surga bertemu dengan malaikat penyelamat saya berikutnya ini.  Begitu kedatangan beliau yang pertama, Sera mendapatkan dua botol ASIP.  Mbak Esti pun selain menjemput dan mengantarkan botol-botol ASIP juga sebagai konselor yang menceritakan pengalaman pejuang-pejuang ASI yang sangat survive memberikan ASI eksklusif untuk anaknya.  Ada seorang bapak yang rela mencari donor ASI untuk anaknya sampai ke berbagai kota.  Juga ada cerita satu anak punya sembilan ibu susu.  Mbak Esti sendiri masih menyusui anaknya yang berusia diatas 3 tahun.  

   Beliau mensupport saya, dengan bilang, "Ibu-ibu dengan payudara kecil saja bisa menyusui loh!" Maksudnya beliau mengarahkan pada dirinya sendiri yang berhasil menyusui diatas 2 tahun dengan payudara kecil.  Jadi kuncinya di keyakinan si ibu untuk bertekad menyusui.  Pasti Bisa!  Hmmm... Di benak saya kala itu, kok ada ya yang sebegitunya berjuang untuk ASI?! dan, dia berhasil?? Saya masih ragu dan tanya diri sendiri, saya bisa ngga ya seperti itu? 

BISA NGGA YAA???

    Mbak Esti kerap kali menguatkan saya pasti bisa dan berhasil nge-ASI.  Oke, saya jadi semangat lagi.  Sera dapat ASIP dari donor, diberikan dengan dot. Kenapa dot? karena berkali-kali pakai cup feeder dan disendokin, Sera banyak memuntahkannya lagi.  Menyerah. Oia, saya pake acara merengek-rengek ke suami minta diijinin pake dot, yang ternyata juga suami saya anti dot (Euhhh...&_%^*@!).  Entah saya mau bilang apa lagi, umumnya kan bayi dikasih dot? 

    Ga habis pikir deh sama suami saya. Akhirnya sang suami menyetujui setelah saya ber-drama ria dan sedikit bumbu lebay kalau saya sudah melakukan segalanya, segala cara.  Yess. Jurus lebay saya berhasil.

   Saya masih berjuang nge-ASI dan belajar memerah untuk menambah stok ASI Perah.  Sempat satu waktu kalau saya bepergian bawa botol ASI perah dan dot untuk jaga-jaga kalau Sera rewel.  Saya rasa ASI saya masih belum maksimal, dan Sera masih rewel.  Bisa dibilang itu senjata andalah saya mengatasi rewel Sera. 

    Lalu, saya menemui kendala baru yaitu stok ASI di donor AIMI kadang-kadang kosong. Sementara saya sangat mengandalkan ini.  Saya ga habis akal, saya cari ibu susu lain.  Ini pun dengan persetujuan suami karena saya keukeuh pada pendirian dengan donor ASI dan dot.  Komentar suami kerap mengingatkan, ini hanya sifatnya membantu saja, tetap sayalah yang harus berjuang memberikan ASI maksimal. Tuhan mendengar doa saya, lalu saya dapatkan ibu susu Sera yang kedua, dari ibu satu pengajian.  Alhamdulillah bisa membantu. Minta bantuan adik menjemput ASI di malam hari ketok pintu rumah ibu susu demi dua botol ASIP.  Demi.

   Masih berjuang di sini, tapi rasa penasaran saya membuncah kembali.  Saya ingin mendapatkan second opinion dari klinik laktasi di RSIA H*rmin* Pasteur Bandung.  Saya termasuk orang yang penasaran, kalau belum menemukan solusi yang tepat sasaran.  Karena saya sudah menyusuri beribu-ribu (lebay lagi deh) pemecah solusi nge-ASI tapi Sera masih rewel, berat badan belum naik signifikan, ah, pokoknya masih belum happy ending lah.  Harapan saya, kali ini bertumpu pada klinik khusus laktasi.  Namanya juga klinik khusus menyusui, pastinya sudah ahli di bidang menyusui bukan?! Semoga saya bisa menemukan jawabannya tentang kasus menyusui saya disini.

    Pertemuan saya konselor laktasi dipenuhi harapan-harapan saya semoga bisa jadi solusi tuntas liku-liku tantangan menyusui saya.  Setelah menunggu setengah jam, saya dipersilakan masuk ke ruangan praktek dan bertemu dokter perempuan, rambut sebahu keabuan, yah kira-kira usia lima puluhan. Saya ceritakan kasus menyusui saya A sampai Z.  Lalu saya disuruh buka baju dan mempraktekkan beberapa teknik menyusui dan memerah ASI.  Saya pun mengikuti step by step apa yang beliau instruksikan. Begitu saya mau memerah ASI, dokter melihat bentuk puting saya dan langsung bilang, "Oh ini karena puting Ibu kecil jadi si bayi tidak bisa mengisap banyak ASI Ibu."  

APAA???

   Saya kaget banget karena selama ini berbagai literatur yang saya baca, tidak ada hubungan bentuk puting dengan menyusui.  Puting rata alias datar pun bisa kok.  Dokter itu lalu menyarankan saya memerah ASI menggunakan pompa ASI teknologi kompresor yang ukurannya cukup besar untuk menyedot ASI sekaligus merangsang puting supaya memanjang.

   Alat itu ditempelkan di payudara saya dan mulai menyedot ASI.  Puji syukur alhamdulillah, ASI saya keluar cukup banyak sekitar 50cc.  Dokter mengatakan, ASI saya banyak.  Wuihh, saya seperti terbang ke udara, lega rasanya dengar komentar dokter tadi.  Hehe.  Setelah mendapatkan cukup ASI dari kompresor itu, suster menyuapi anak saya dengan gelas sloki mini si cup feeder.  Sera tampak lahap.  Ini bukti Sera lapar dan tidak ada masalah dengan pemakaian cup feeder.  

    Aah, alat itu, gelas kecil yang bikin repot nyuapin ASI nya?  Saya masih milih pakai dot, kan gampang tinggal lepp.  Saya tanya kenapa ngga pakai dot aja, dok? Lalu penjelasan dokter bilang dot akan menyebabkan masalah lain yaitu BP alias Bingung Puting.  Bikin anak ga mau nenen ke ibunya karena lebih enak dari dot.  Bayi malas nenen, ASI jadi jarang distimulasi bisa jadi malah berkurang produksinya.  Hmm.  Suami saya melirik dan pandangannya menyiratkan berjuta makna seolah bilang, "Tuh kan, baru percaya kenapa ga boleh nge-dot?!" Hmm, baiklah saatnya mameh bandel bilang dadah dadah ke dot.

  Okey, sekarang masalahnya ada di saya.  Rasanya bingung sekaligus sedih, masih mengganjal di hati.  Apa iya permasalahan saya ini karena bentuk puting atau ada hal lain?  Di benak saya berkecamuk pikiran antara informasi yang selama ini saya dapat dari internet, buku, dokter anak, konselor menyusui, dll. 

   Anehnya, masalah bentuk puting belum pernah saya temukan sebelum saya kesini, ke klinik laktasi.  Heran berjuta heran.  Di bagian akhir konsultasi, sang dokter menyarankan menyewa alat itu dengan biaya sewa 500 ribu dan alat penyimpan ASI 150 ribu, plus biaya lainnya.  Walaupun tidak memaksa saya, tapi saran halus dokter itu kami terima dipertimbangkan.  Lalu kami diminta kembali lagi kontrol minggu depan.  Kami pamit pulang kebingungan dan masih ngga percaya sama analisis dokter tadi. 

   Biaya konsultasi seharga 300 ribu ditambah resep untuk salep puting kalau lecet saat memerah ASI sudah ditebus.  Ah, mungkin saya suudzon, kalau dokter ini sebetulnya bisnis sewa alat kompresor perah ASI.  At least saya cuma ingat dua poin  dari dokter ini.  

   Pertama, jangan terlalu banyak menelan mentah-mentah informasi yang tersebar alias jangan terlalu banyak baca. Itu bisa membebani pikiran. Kedua, ASI saya banyak.   Sisanya, kesan saya justru ilfil dan saya cenderung ga merekomendasikan ke klinik laktasi ini. Walaupun saya sendiri masih belum tahu harus kemana lagi saya mencari solusi masalah saya. Kemana.. kemana.. kemana.. Dimana.. dimana.. dimana... :")


Next episode:  Perjalanan ini, tantangan menyusui ini memasuki episode pencerahan...

    Suatu akhir pekan yang cerah, saya ajak Sera ber-baby Spa ria di salah satu pusat baby center daerah Dago Bandung.  Tujuannya biar Sera rileks, lebih sehat, syukur-syukur tidurnya bisa lelap.  Bawaan tas saya lengkap: Baju ganti, minyak telon, popok, bedak, ditambah dua senjata pamungkas yaitu ASI Perah ibu donor dan botol dot bayi.  Ini yang bikin saya berani bawa Sera keluar rumah.  Senjata ini digunakan kalau Sera tetap nangis walau sudah saya nenenin.  Tangisan Sera bisa memekakkan telinga, bikin panik dan ngga nyaman.  Bisa dibilang tangisan Sera cukup keras untuk bayi perempuan seusia dia.

    Apa yang saya takutkan itu terjadi juga.  Sebelum renang, prosedurnya Sera dipijat dulu oleh terapis.  Nah, saya kewalahan saat dia menangis dan mulai rewel pada saat di pijat.  Teriakan dan tangisannya terdengar menggema di koridor ruangan spa.  Saya dan suami panik, langsung saya keluarkan senjata saya tadi.  ASI Perah dihangatkan dulu lewat air di dispenser sana.  Suami yang ngasih ASI perah melalui dot, alhamdulillah lumayan meredakan rewelnya.  Perlahan tangisan itu hilang dan Sera anteng ngedot.  Untuk sementara, lega rasanya.

    Melihat kejadian tadi, si terapis pijat bayi berkomentar, "Bayi Ibu kaya'nya kelaparan." Langsung deh, saya curhat panjang lebar kalau selama ini saya sedang berjuang menyusui bayi saya.  Tangisan kelaparan anak saya itu sepertinya terdengar familiar di telinga terapis, ya mungkin dia sudah sering menemui kasus serupa.  

    Lalu dia menawarkan untuk pijat payudara.  Menurutnya, dengan teknik tertentu, pijat payudara ini bisa memperlancar ASI ditambah teknik totok di bagian-bagian tertentu.  Di benak saya waktu itu: 'Hah? ini pijat apa lagi??'. Tanpa berpikir lebih jauh, saya setuju melakukan pijat ini apapun lah itu tekniknya.  Padahal, payudara saya sudah dipijit oleh kurang lebih 5 orang dari mulai bidan, dokter, asisten bidan,  sampai tukang salon langganan ibu.  Bahkan yang terakhir itu, sampai pijat diolesi oncom (terdengar aneh, kan?!). Iya oncom buat dimakan itu loh. Soalnya kata dukun beranak di daerah rumah si teteh salon, oncom bisa mengurangi bengkak payudara. (Apa lagi ini...&^%$#*)

    Hari pijat itu datang juga.  Mbak terapis datang ke rumah, lalu pijat payudara saya.  Pertama diolesi minyak dulu, terus dipijat dan dikeluarkan ASI-nya lalu terakhir di kompres air hangat.  Tujuan mengeluarkan ASI setelah dipijat supaya sisa ASI dalam saluran ASI terbuang. Jadi ASI yang keluar nanti diharapkan lebih lancar tanpa hambatan. 

    Coba tanya rasanya pijat kali ini kaya apa?! Begini kira-kira deskripsinya, rasanya ituuu, payudara kanan kiri ibarat ditusuk2 sama jarum, terus jarumnya ditekan kuat-kuat, bertubi-tubi sampai ga bisa ngambil nafas. Air mata saya deras tumpah ruah selama dipijat.  Mewek. Ssakkiitt sekali.  

    Lagi-lagi, semua ikhtiar ini saya lakukan demi anak dan demi sebuah komitmen untuk tetap memberikan ASI.  Saat itu saya berpikir sungguh seorang ibu/wanita mengalami sakit yang beraneka rupa.  Melahirkan, jahitan setelah melahirkan, menyusui, bengkak saat menyusui, urat-urat punggung yang tertarik akibat menyusui saat bengkak, pijat payudara, dan teman-temannya. Hmm.. mungkin ini salah satu alasan dalam Islam kenapa kita harus menghormati ibu, ibu, ibu, lalu ayah.

   Eits, taapiiii efek setelah pijatan dahsyat itu, saya langsung nenenin Sera. Syukur alhamdulillah, terdengar suara glek-glek seperti minum air dari gelas.  Senang rasanya Sera bisa minum ASI kaya gitu.  Pertama kali saya dengar suara kaya tadi, lalu saya optimis ini bisa jadi solusi permasalahan selama ini.  Dua kali terapi pijat payudara, sakitnya masih sama, namun efeknya lebih baik dari yang pertama. 

  Setelah pijat Sera terlihat puas menyusu sebab dia ngga rewel lagi, anteng. Perkembangan menyusui saya membaik seiring terapi-terapi berikutnya.  Bisa dibilang perkembangan menyusui saya sangat pesat, saya bisa menyusui dengan normal, artinya setiap kali Sera nenen saya bisa memenuhinya.  

   Lupakan sakitnya pijatan itu, saya kini benar-benar bisa menyusui, dan akan terus menyusui sampai Sera 2 tahun. Lalu timbul kepercayaan diri saya lagi.  Semenjak saat itu saya ngga pernah pakai donor ASI lagi.  Berat badan Sera naik dan bahkan naik terus sampai bobot berat badannya naik berkali lipat.  Sera sekarang jadi anak gembul, gendut, chubby, tembem, ini buktinya.





Seraaa....


    Masa-masa tersulit menyusui Sera perlahan bisa saya lalui.  Total perjuangan saya tiga bulan atau kurang lebih 120 hari semenjak kelahiran Sera. Ternyata tantangan saya ini berakhir dengan solusi pijat payudara dan membuang sisa ASI di saluran ASI. Karena keseringan dipijat payudara, lama-lama saya bisa menangani masalah sendiri seperti pijat payudara yang bengkak.  Alhamdulillah.  Oia, terbukti kan, tantangan menyusui saya bukan bentuk puting seperti vonis dokter di klinik laktasi waktu itu?!  Masih sebel sih kalau ingat kejadian dulu.  Hehe.

    Tuhan pasti menyiratkan hikmah dibalik ujian yang diberikan pada setiap hamba-Nya.  Buat saya, tantangan menyusui ini jadi bukti dari kalimat "Man Jadda Wa Jadda" (Barangsiapa yang bersungguh-sungguh maka pasti akan berhasil).  Subhanallah ini terjadi pada saya.  Dari pengalaman saya tadi, saya jadi yakin sama kisah orang-orang yang sukses menyusui dengan perjuangan masing-masing.  Kini saya meyakini kata-kata para pejuang ASI yang lain:  BISA menyusui eksklusif.  Kuncinya di keyakinan dan kepercayaan diri ibu dan dukungan orang-orang sekitar dengan disertai usaha dan doa yang maksimal.

   Ibu-ibu lain pasti punya tantangan sendiri-sendiri.  Ada yang menyusui dua anak sekaligus, alias tandem nursing, menyusui eksklusif sambil bekerja, menyusui anak yang prematur, bayi kuning, mencari donor ASI, juga beragam kasus lain yang mungkin lebih menantang dibandingkan saya.  Tantangan menyusui ini bisa dilewati oleh para ibu yang MAU dan YAKIN berjuang dengan segala cara supaya bisa tetap menyusui.  Saya juga awalnya ragu, tidak yakin, pesimis, bisa terus menyusui.  Takdir berkata lain setelah berbagai cara saya tempuh menaklukkan tantangan demi tantangan ini.

   Dan dengan bangga, saya haturkan sandarkan titel PEJUANG ASI untuk saya, suami, Sera, dokter, terapis, bidan, ibu donor ASI, keluarga dan para sahabat yang selalu dukung ASI eksklusif.  Tentu ditambah bantuan moral AIMI Jawa Barat berikut ibu-ibu pemijat payudara. Hehe.  Saya jadi semangat meneruskan perjuangan ASI, ikut dukung kampanye ASI untuk ibu-ibu di seluruh dunia.
Salam ASI.

Sera then
Sera now

Pejuang ASI - 1

ASI itu apa sih? Ya, betuullll.  Semua kompak menjawab Air Susu Ibu!  Lalu waktu kecil dulu, kita pernah sering melafalkan lagu 'Anak Sehat' yang kira-kira bunyinya begini:

"Aku anak sehat tubuhku kuat
Karena ibuku rajin dan cermat
Semasa aku bayi
Selalu diberi ASI
Makanan bergizi dan imunisasi

Berat badanku ditimbang slalu
Posyandu menunggu setiap waktu
Bila aku diare
Ibu selalu waspada
Pertolongan oralit
Slalu siap sedia.."

    Simak baik-baik deh, disitu ada kata-kata "..Semasa aku bayi, selalu diberi ASI.."  Hmm... Ngomong-ngomong soal ASI, jadi pengen berbagi pengalaman saya selama menyusui yang kaya roller coaster, naik turun, jungkir balik.. Hehe.  Beginilah kisahnya.. 

    Saya seorang ibu yang masih ngasih ASI untuk Sera, 21 bulan, dan masih ingin terus Nge-ASI sampai dia dua tahun. Insya Allah tinggal beberapa bulan lagi menuju bulan Oktober. Kalau mengingat-ingat masa awal Nge-ASI dulu, rasanya saya ngga percaya, masih terkagum-kagum sama diri sendiri bisa memberikan cairan alami itu sampai sekarang.  Memang setelah hamil dan melahirkan, perjuangan selanjutnya adalah menyusui. 

    Jika hamil dan melahirkan saya rasa ngga ada kendala berarti, tapi begitu harus menjalani proses menyusui saya mengalami tantangan luar biasa yang harus saya lewati sampai harus berdarah-darah dan bernanah-nanah (dalam arti sebenarnya :p).

    Putri kecilku Syakira Azzahra Riyona Rizviana (Sera) lahir ke dunia pada tanggal 13 Oktober 2011 pukul 14:50 di rumah sakit Zuster Tedj* Bandung melalui persalinan normal induksi.  Berat badan lahir Sera 3,1 kg dan tinggi 48 cm, saya juga bersyukur bisa melakukan proses Inisiasi Menyusui Dini (IMD). Waktu itu Sera diletakkan di bawah dada, dia bergerak-gerak menuju payudara saya sambil mulutnya megap-megap.  Hihi, lucu sekali.  Rasa sakit habis melahirkan sirna sudah kala melihat pemandangan indah ini.  Ya, akhirnya usaha Sera berhasil.  Dia meraih puting payudara kemudian 'mengenyot' pelan, walaupun waktu itu saya belum keluar cairan ASI pertama, kolostrum. Jadi dia hanya mengenyot puting aja.

    Masuk ruang perawatan, Sera dan saya rawat gabung (rooming - in).   Ini penting dalam mencari rumah sakit ideal untuk melahirkan berdasarkan informasi yang saya dan suami cari sebelum lahiran.  Sebab, si ibu bisa menstimulasi keluarnya ASI, menyusui bayinya kapanpun bayi mau. 

    Sera smpat curi start, sebelum waktunya Sera tidur bareng saya, sekitar jam 9 malam suster sempat mengetuk pintu kamar.  Suster ngasih Sera ke saya karena dia nangis terus di kamar bayi.  Tangisannya yang kencang sampai-sampai membangunkan bayi yang lain.  Kata Suster sih, bayi saya ingin tidur sama ibunya.  Ih, anak mameh ini ya.  Hehe.

**
    Hari pertama jadi seorang ibu, saya menghadapi #tantangan1 yaitu, bentuk puting yang belum keluar sempurna.  Tidak datar, tapi putingnya kurang panjang untuk ditarik dan diisap.  Akibatnya Sera susah menarik puting dan mengisapnya, terus dia jadi rewel dan nangis.  Suster yang tahu kejadian itu lalu memberikan kapas basah dan semacam suntikan yang sudah dilubangi untuk menarik puting supaya bisa diisap bayi.  Fungsinya menyedot puting supaya keluar, ditarik, ditarik, ditarik berulang kali sebelum menyusui.  Alat ini malah bikin puting saya jadi lecet, luka tersayat kira-kira sepanjang 1 cm, perih dan mengeluarkan sedikit darah. 

    Saya pikir luka ini bakal cepat sembuh seperti goresan di tangan atau tempat lain.  Tapi lama kelamaan, si luka di puting semakin meradang dan menyebabkan nyeri sampai ke punggung-punggung kalau diisap.  Radang itu lama kelamaan mengeluarkan cairan kuning, saya curiga itu nanah akibat infeksi.  Jadi rutin saya bersihkan sebelum nenenin Sera.  Walaupun luka terbuka seperti itu, tetap harus dikasih ke Sera, kata bidan nanti juga sembuh sendiri sama cairan ASI.  Sering-sering oles ASI sesudah menyusui bisa mempercepat sembuhnya luka di puting, katanya.

    Ritual nenenin Sera kali ini yaitu:  Saya tarik napas dalam-dalam, coba menguatkan diri, setiap kali Sera nenen, sebab menyusui dalam keadaan luka seperti itu sakiiit sekali.  Seperti ada urat-urat di punggung ketarik paksa bersamaan saat Sera mengenyot payudara.  Euggghhhh.  Adegan berikutnya: si bayi nangis minta nenen, si mameh juga ikutan nangis minta udahan.  Sakitnya bikin merinding meringis merintih. Tiga minggu saya menyesuaikan diri dengan menyusui dengan rasa sakit ini.  Sambil tarik-tarik bantal lah, gigit-gigit baju lah, nangis-nangis lah.  Alhamdulillah, perjuangan pertama saya lewati setelah luka di puting sembuh sendiri setelah satu bulan.

**

   Berikutnya, #tantangan2 yaitu, payudara bengkak karena ASI melimpah.  Syukur alhamdulillah saya produksi banyak ASI, ternyata kalau lama ga di nenenin bisa bengkak dan payudara jadi keras.  Baru tahu, ASI harus dikeluarkan dengan dipijat lalu diperah.  Efeknya ke saya, kalau udah kejadian bengkak gini saya jadi demam, panas dingin dan rasanya sakit nyut-nyut.  Berhubung saya belum bisa pijat sendiri, ya cari tenaga bantuan bidan supaya datang ke rumah minta tolong pijit.  Jangan tanya rasanya kaya apa.  Kalau lecet mah, merinding meringis merintih, nah dipijat payudara bengkak tambah lagi.  Menjerit meraung sesenggukan mencakar suami. Sekian.

    Memasuki usia satu bulan Sera saatnya imunisasi.  Saya ingin cari dokter perempuan supaya bisa konsultasi masalah ASI sekalian. Saya benar-benar ngga punya ilmu menyusui, dari cerita ibu saya selama menyusui anak-anaknya lancar-lancar aja ngga ada kendala berarti.  

    Usaha pertama cari dokter, sang suami bantu browsing cari siapa dokter yang cocok dengan kriteria kami itu lalu tertuju pada satu dokter di RS Limij*ti Bandung.  Dokter muda, perempuan, pro-ASI, Rational Use of Medicine (RUM) alias ga sembarang kasih obat, dan nilai plusnya beliau adalah konselor ASI. Wah, cocok nih pikir saya. Pas banget kan?!  Ga pikir panjang, saya daftar ke Limjat* lalu bertemu dan berkenalan dengan dokter cantik plus ramah ini,  Dr. Frecillia Regina, Sp.Ak.

    Ternyata, saya dapat banyak ilmu tentang menyusui; solusi ASI bagel/bengkak, teknik memijat, teknik memerah, posisi menyusui, perlekatan mulut bayi dan payudara ibu, dan faktor terpenting adalah faktor psikis sebagai kunci kelancaran ASI yang ada di 'me time' ibu.  Kata beliau, kalau si ibu happy kala menyusui, bisa memperlancar keluarnya ASI.  

   Yah, mungkin saya masih galau pasca kelahiran dan tantangan awal menyusui, belum biasa bergadang, bayi rewel minta nempel terus, dan saya sangat-sangat tidak punya 'me time'.  Problemnya yaitu, bayi saya hobi mengempeng berjam-jam.  Gimana mau me time?!  Ah ya, reaksi dokter kala itu sempat melongo, terkaget kaget saat saya bilang Sera kalau nenen bisa berpuluh-puluh menit sampai berjam-jam.  "Ini ngga wajar," katanya.  Bayi menyusui sekitar 15-20 menit sekali menyusui.  Masa iya sih berjam-jam ngga wajar? Mungkin aja dia kelaparan. Toh selama ini saya fine-fine aja dengan rutinitas itu, paling pegel bagian pantat kelamaan duduk nenenin.

    Tak terasa, pembawaan dokter yang friendly bikin sesi konsultasi ini bisa sampai satu jam, padahal imunisasinya sebentar aja. Tapi itu dulu, setahun yang lalu.  Sekarang kalau mau ketemu dokter cantik ini harus ngantri panjanggggg dan lama.  Syukurlah saat masa-masa kritis saya, dokter Frecillia masih punya banyak waktu luang.  

    Lalu  satu hal yang bikin saya sangat sedih, begitu dokter bilang berat badan Sera kurang beberapa ons lagi.  Berat badannya saat itu di bawah rata-rata, yaitu sekitar 3 kg sama dengan berat lahirnya.  Normalnya anak usia satu bulan bisa 4-5 kg. Peer saya, harus punya me-time, happy,  dan tetep nge-ASI biar berat badannya kembali normal  Saya pulang bawa perasaan sedih plus seneng karena dapet dokter yang cocok, sesuai sama apa yang saya butuh.

**
Next episode: tantangan#3: low milk supply.. Bayi saya kelaparan..

    Punya dokter kece dan support ASI aja belum cukup buat saya mengatasi masalah ASI.  Sera masih rewel, sering banget nangis, dalam sehari berpuluh-puluh kali nangis.  Saya sempat frustrasi dengan kejadian ini, saya harap ini bukan baby blues syndrome.  Kini saya memasuki #tantangan3 yaitu, low milk supply alias asupan ASI ke bayi ga mencukupi kebutuhan bayi.

    Bayi rewel salah satu indikator kekurangan ASI alias kelaparan,  nangis  terus menerus walau sudah nenen, bahkan sampai berjam-jam. Oh mungkin ini ya nama kerennya penyebab Sera rewel dan tampak kelaparan walaupun sudah disumpel nenen berjam-jam. Ah iya, saya ingat kata dokter, perlekatan yang baik supaya bayi bisa menyusu ke areola, si bank ASI.  Berkali-kali saya betulkan posisi menyusui Sera supaya puting masuk ke langit-langit mulut Sera.  Lalu dagu bawah menempel pada payudara saya.  Persis seperti petuah dokter.  Hmmmmh.  Sera masih aja nangis kenceng, tapi dinenenin udah, malem-malem dia ga nyenyak bobo karena sering nangis.  Begini salah begitu salah.  

Terus saya harus gimana lagi?!  

    Dibilang stres iya, ga ada me time iya, di sisi lain saya harus terus berjuang supaya bisa menyusui normal, banyak, bisa bikin Sera kenyang ga rewel terus.  Apa ASI saya kurang??? Iya, kayanya ASI saya kurang! Saya ngga bisa menyusui Sera! Aarrgghhh!!!

    Disinilah  titik rendah perjuangan menyusui saya  memasuki episode baru.  Saya dihadapkan pada dua pilihan; tetap menyusui dalam kondisi yang seperti itu atau susu formula.  Sebab Sera nangis tidak berhenti.  Keyakinan saya bisa memberikan ASI eksklusif jadi berkurang, saya ngga percaya diri lagi.  Saya belum bisa memenuhi kebutuhan ASI Sera sampai berat badannya susah naik.  Justru turunnya faktor moral ini malah bisa bikin ASI beneran ngga keluar, kata teori.  Kuncinya ibu harus happy, yakin bisa menyusui.  Itu terus yang digemakan suami saya ke telinga berkali-kali.  Badan saya sudah lelah secara fisik, emosi sering naik turun bahkan saat itu lagi turun-turunnya.  

    Suatu malam, terdengar suara tangisan bayi kelaparan sementara ASI saya tidak bisa menenangkan bayi ini.  Saya dan suami saat itu masih pisah rumah sebab suami kerja di Bintaro, pulang kalau akhir minggu.  Sementara saya tinggal dengan ibu, pasti beliau ikut menemani kalau malam-malam Sera nangis, begadang. 

   Pada saat itu beliau sarankan saya beli susu formula untuk jaga-jaga kalau Sera terus menangis sepanjang malam.  Lewat telepon, suami saya yang dalam perjalanan pulang ke Bandung mewanti-wanti untuk tetap tenang dan berpikir positif supaya ASI nya bisa mengalir lagi.  

  Konflik terjadi saat sang suami tidak setuju pembelian susu formula.  Apapun keadaannya, ini bertolak belakang sama perasaan saya yang ga tega Sera nangis terus, saya kan sudah capek seharian ngurus bayi rewel. Saya ingin Sera terpenuhi kebutuhannya, dia bisa kenyang, ngga rewel terus. Saya minta ibu langsung bicara ke suami supaya mengijinkan dikasi formula sebab saya tahu suami mengharamkannya. Entah kenapa suami bisa sekeras itu pada pendiriannya. Walhasil, sang suami menolak halus dengan terus mendukung saya tetap tenang dan tenang.  Tapi, nampaknya ibu saya ga tega dengar si bayi menangis terus, lalu nyuruh si adik bungsu beli susu formula merk S*M.  Karena toh dulu ibu biasa memberikan susu itu untuk anak-anaknya. 

    Tengah malam menjelang dini hari, susu sudah dibeli, saya sedikit tenang. Tak berapa lama suami sampai ke rumah. Sera baru aja terlelap tidur sambil nenen, atau mungkin ngempeng.  Pasti dia kecapean juga setelah nangis berjam-jam. Sementara itu susu formula yang baru dibeli masih teronggok ga sempat dibuka. Juga dot bersih yang siap menampung sufor hanya berakhir di meja makan.  Suami ngerasa kedatangan dia tepat waktu sebab susu formula ga sempat diberikan ke Sera.  Perasaan saya berkecamuk sebab saya masih belum pro-ASI seratus persen. Menyayangkan kenapa sih suami ngga mau kasih susu formula dan membiarkan anaknya kelaparan ?!  


  Masih di #tantangan3, saya masih belum menemukan solusi untuk low milk supply ini.  Beruntungnya lagi  dokter anak yang juga konselor menyusui tadi juga tergabung di AIMI - Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia.  Lalu saya cari tahu tentang AIMI dan menemukan tempat konseling menyusui yang berlokasi di jalan Lemah  Neundeut Bandung.   

    Saya pun datang bermaksud cari informasi lagi, tentang menyusui. Kami menemukan kompleks ruko, masuk lagi ke sebuah ruangan dan bertemu dengan konselor AIMI.  Nama konselor berjilbab ini mbak Antjheu.  Disini saya dapat ilmu menyusui lainnya.  Kata konselor salah satu cara mengatasi low milk supply yaitu perlekatan yang benar.  Posisi puting dan mulut bayi, dan posisi menyusui harus sesuai. Kalau posisi sudah betul, maka si bayi mudah mengisap bank ASI yang letaknya di areola.  Bank ASI bukan di puting, jadi kalau mulut bayi hanya mencakup area puting ngga akan kenyang nenen. Walaupun saya sudah mencobanya, tak ada salahnya diulang-ulang terus.  

   Info lainnya, tentang teknik perah payudara juga saya belajar. Info-info tadi sudah saya ketahui sebelumnya dari literatur dan dokter.  Sedangkan tambahan ilmu lain saya dapat tentang metode menenangkan bayi rewel, Swing, Sing, dll. Mengapa butuh belajar teknik ini, sebab si bayi nangis belum tentu lapar, siapa tau dia kolik, perutnya kembung, atau bosan atau yah banyak penyebabnya.

    Oia, satu hal, sang konselor melihat putri saya yang tertidur di pangkuan.  Beliau bilang Sera cenderung gemuk loh. Mungkin dilihat dari pipinya yang chubby, padahal sebenarnya kalau mengukur angka berat badannya masih tergolong di bawah rata-rata.  

   At least, saya terhibur dengan komentar penampakan Sera yang dari luar bulat yang menurut Mbak Antjheu ga bermasalah.  Konsultasi yang bertarif 75 ribu ini cukup banyak memberikan info buat saya dan kembali menguatkan saya untuk tetap semangat nge-ASI.  Saya terus cari dukungan lain selain suami dan keluarga. Untungnya suami masih mau nganter-nganter.


Next: Perjuangan masih belum berakhir, dalam Pejuang Asi -2 bercerita lanjutan perjuangan saya cari donor ASI buat Sera....

Selasa, 11 Juni 2013

Vintage Housewife. Love It.










Oh My Darling Clementine.

Shocked when I play this video for my little girl.  It was a sad sad song.  Just check it out.  

In a cavern, in a canyon,Excavating for a mine,Dwelt a miner, forty-ninerAnd his daughter - Clementine

CHORUS:Oh my Darling, Oh my Darling, Oh my Darling Clementine.Thou art lost and gone forever,Dreadful sorry, Clementine.

Light she was and like a fairy,And her shoes were number nine,Herring boxes without topsesSandals were for Clementine
Drove she ducklings to the waterEvery morning just at nine,Hit her foot against a splinterFell into the foaming brine.
Ruby lips above the water,Blowing bubbles soft and fine,But alas, I was no swimmer,So I lost my Clementine

How I missed her! How I missed her!How I missed my Clementine,But I kissed her little sister,And forgot my Clementine.
Then the miner, forty-niner,Soon began to peak and pine,Thought he oughter join his daughter,Now he's with his Clementine.

In a churchyard near the canyon,Where the myrtle doth entwine,There grow roses and the posies,Fertilized by Clementine.
In my dreams she still doth haunt me,Robed in garments, soaked in brine;THen she rises from the waterAnd I kiss my Clementine.

Source: 
http://www.metrolyrics.com/oh-my-darling-clementine-lyrics-traditional.html