Kamis, 13 Juni 2013

Pejuang ASI - 2

    Lama berkutat di #tantangan3, saya masih ngga puas karena Sera masih rewel.  Nangis, nangis, dan nangis lagi.  Saya sudah konsultasi dengan dokter dan konselor ahli menyusui nih.  Belum cukup juga menenangkan si bayi.  Sementara saya terus melakukan saran-saran dan teknik-teknik mengatasi masalah ASI sesuai petunjuk mereka. 

    Lelah mulai mendera, sebagai ibu pastinya gak tega melihat anak kelaparan karena ASI-nya ga cukup.  Sera semakin kurus walaupun hanya pipinya saja yang chubby.  Kan sedih bangeet rasanya.  Jika kuncinya di ilmu perlekatan sudah saya coba terapkan tapi bayi masih menangis, sementara saya lemah dan mudah menyerah alias tidak happy dan ga ada 'me time'.  ASI jadi ngga pol keluarnya.  Teknik perah, menenangkan bayi, beberapa kali pijat payudara yang bikin semua badan nyeri, pokonya semua saya lakonin. Tapi ASI masih kurang.  Hupffff, tarik nafas panjang.  

Berpikir, berpikir, berpikir!





    Alhasil,  kenapa ngga pakai donor ASI saja? toh, dari cerita di internet banyak yang komit ASI eksklusif dan memakai teknik ini kalau kesulitan ngasih ASI.  Setelah diskusi dengan suami dan ibu akhirnya saya mencari informasi ke mbak Antjheu dan dokter Frecillia, dapatlah nomer mbak Esti.  Nah mbak Esti ini staf bagian per-donor-ASI-an di AIMI Jawa Barat.  Beliau bantu saya mencari dan memberikan ASIP - ASI Perah untuk Sera.  

   Wah, bagai mendapatkan angin surga bertemu dengan malaikat penyelamat saya berikutnya ini.  Begitu kedatangan beliau yang pertama, Sera mendapatkan dua botol ASIP.  Mbak Esti pun selain menjemput dan mengantarkan botol-botol ASIP juga sebagai konselor yang menceritakan pengalaman pejuang-pejuang ASI yang sangat survive memberikan ASI eksklusif untuk anaknya.  Ada seorang bapak yang rela mencari donor ASI untuk anaknya sampai ke berbagai kota.  Juga ada cerita satu anak punya sembilan ibu susu.  Mbak Esti sendiri masih menyusui anaknya yang berusia diatas 3 tahun.  

   Beliau mensupport saya, dengan bilang, "Ibu-ibu dengan payudara kecil saja bisa menyusui loh!" Maksudnya beliau mengarahkan pada dirinya sendiri yang berhasil menyusui diatas 2 tahun dengan payudara kecil.  Jadi kuncinya di keyakinan si ibu untuk bertekad menyusui.  Pasti Bisa!  Hmmm... Di benak saya kala itu, kok ada ya yang sebegitunya berjuang untuk ASI?! dan, dia berhasil?? Saya masih ragu dan tanya diri sendiri, saya bisa ngga ya seperti itu? 

BISA NGGA YAA???

    Mbak Esti kerap kali menguatkan saya pasti bisa dan berhasil nge-ASI.  Oke, saya jadi semangat lagi.  Sera dapat ASIP dari donor, diberikan dengan dot. Kenapa dot? karena berkali-kali pakai cup feeder dan disendokin, Sera banyak memuntahkannya lagi.  Menyerah. Oia, saya pake acara merengek-rengek ke suami minta diijinin pake dot, yang ternyata juga suami saya anti dot (Euhhh...&_%^*@!).  Entah saya mau bilang apa lagi, umumnya kan bayi dikasih dot? 

    Ga habis pikir deh sama suami saya. Akhirnya sang suami menyetujui setelah saya ber-drama ria dan sedikit bumbu lebay kalau saya sudah melakukan segalanya, segala cara.  Yess. Jurus lebay saya berhasil.

   Saya masih berjuang nge-ASI dan belajar memerah untuk menambah stok ASI Perah.  Sempat satu waktu kalau saya bepergian bawa botol ASI perah dan dot untuk jaga-jaga kalau Sera rewel.  Saya rasa ASI saya masih belum maksimal, dan Sera masih rewel.  Bisa dibilang itu senjata andalah saya mengatasi rewel Sera. 

    Lalu, saya menemui kendala baru yaitu stok ASI di donor AIMI kadang-kadang kosong. Sementara saya sangat mengandalkan ini.  Saya ga habis akal, saya cari ibu susu lain.  Ini pun dengan persetujuan suami karena saya keukeuh pada pendirian dengan donor ASI dan dot.  Komentar suami kerap mengingatkan, ini hanya sifatnya membantu saja, tetap sayalah yang harus berjuang memberikan ASI maksimal. Tuhan mendengar doa saya, lalu saya dapatkan ibu susu Sera yang kedua, dari ibu satu pengajian.  Alhamdulillah bisa membantu. Minta bantuan adik menjemput ASI di malam hari ketok pintu rumah ibu susu demi dua botol ASIP.  Demi.

   Masih berjuang di sini, tapi rasa penasaran saya membuncah kembali.  Saya ingin mendapatkan second opinion dari klinik laktasi di RSIA H*rmin* Pasteur Bandung.  Saya termasuk orang yang penasaran, kalau belum menemukan solusi yang tepat sasaran.  Karena saya sudah menyusuri beribu-ribu (lebay lagi deh) pemecah solusi nge-ASI tapi Sera masih rewel, berat badan belum naik signifikan, ah, pokoknya masih belum happy ending lah.  Harapan saya, kali ini bertumpu pada klinik khusus laktasi.  Namanya juga klinik khusus menyusui, pastinya sudah ahli di bidang menyusui bukan?! Semoga saya bisa menemukan jawabannya tentang kasus menyusui saya disini.

    Pertemuan saya konselor laktasi dipenuhi harapan-harapan saya semoga bisa jadi solusi tuntas liku-liku tantangan menyusui saya.  Setelah menunggu setengah jam, saya dipersilakan masuk ke ruangan praktek dan bertemu dokter perempuan, rambut sebahu keabuan, yah kira-kira usia lima puluhan. Saya ceritakan kasus menyusui saya A sampai Z.  Lalu saya disuruh buka baju dan mempraktekkan beberapa teknik menyusui dan memerah ASI.  Saya pun mengikuti step by step apa yang beliau instruksikan. Begitu saya mau memerah ASI, dokter melihat bentuk puting saya dan langsung bilang, "Oh ini karena puting Ibu kecil jadi si bayi tidak bisa mengisap banyak ASI Ibu."  

APAA???

   Saya kaget banget karena selama ini berbagai literatur yang saya baca, tidak ada hubungan bentuk puting dengan menyusui.  Puting rata alias datar pun bisa kok.  Dokter itu lalu menyarankan saya memerah ASI menggunakan pompa ASI teknologi kompresor yang ukurannya cukup besar untuk menyedot ASI sekaligus merangsang puting supaya memanjang.

   Alat itu ditempelkan di payudara saya dan mulai menyedot ASI.  Puji syukur alhamdulillah, ASI saya keluar cukup banyak sekitar 50cc.  Dokter mengatakan, ASI saya banyak.  Wuihh, saya seperti terbang ke udara, lega rasanya dengar komentar dokter tadi.  Hehe.  Setelah mendapatkan cukup ASI dari kompresor itu, suster menyuapi anak saya dengan gelas sloki mini si cup feeder.  Sera tampak lahap.  Ini bukti Sera lapar dan tidak ada masalah dengan pemakaian cup feeder.  

    Aah, alat itu, gelas kecil yang bikin repot nyuapin ASI nya?  Saya masih milih pakai dot, kan gampang tinggal lepp.  Saya tanya kenapa ngga pakai dot aja, dok? Lalu penjelasan dokter bilang dot akan menyebabkan masalah lain yaitu BP alias Bingung Puting.  Bikin anak ga mau nenen ke ibunya karena lebih enak dari dot.  Bayi malas nenen, ASI jadi jarang distimulasi bisa jadi malah berkurang produksinya.  Hmm.  Suami saya melirik dan pandangannya menyiratkan berjuta makna seolah bilang, "Tuh kan, baru percaya kenapa ga boleh nge-dot?!" Hmm, baiklah saatnya mameh bandel bilang dadah dadah ke dot.

  Okey, sekarang masalahnya ada di saya.  Rasanya bingung sekaligus sedih, masih mengganjal di hati.  Apa iya permasalahan saya ini karena bentuk puting atau ada hal lain?  Di benak saya berkecamuk pikiran antara informasi yang selama ini saya dapat dari internet, buku, dokter anak, konselor menyusui, dll. 

   Anehnya, masalah bentuk puting belum pernah saya temukan sebelum saya kesini, ke klinik laktasi.  Heran berjuta heran.  Di bagian akhir konsultasi, sang dokter menyarankan menyewa alat itu dengan biaya sewa 500 ribu dan alat penyimpan ASI 150 ribu, plus biaya lainnya.  Walaupun tidak memaksa saya, tapi saran halus dokter itu kami terima dipertimbangkan.  Lalu kami diminta kembali lagi kontrol minggu depan.  Kami pamit pulang kebingungan dan masih ngga percaya sama analisis dokter tadi. 

   Biaya konsultasi seharga 300 ribu ditambah resep untuk salep puting kalau lecet saat memerah ASI sudah ditebus.  Ah, mungkin saya suudzon, kalau dokter ini sebetulnya bisnis sewa alat kompresor perah ASI.  At least saya cuma ingat dua poin  dari dokter ini.  

   Pertama, jangan terlalu banyak menelan mentah-mentah informasi yang tersebar alias jangan terlalu banyak baca. Itu bisa membebani pikiran. Kedua, ASI saya banyak.   Sisanya, kesan saya justru ilfil dan saya cenderung ga merekomendasikan ke klinik laktasi ini. Walaupun saya sendiri masih belum tahu harus kemana lagi saya mencari solusi masalah saya. Kemana.. kemana.. kemana.. Dimana.. dimana.. dimana... :")


Next episode:  Perjalanan ini, tantangan menyusui ini memasuki episode pencerahan...

    Suatu akhir pekan yang cerah, saya ajak Sera ber-baby Spa ria di salah satu pusat baby center daerah Dago Bandung.  Tujuannya biar Sera rileks, lebih sehat, syukur-syukur tidurnya bisa lelap.  Bawaan tas saya lengkap: Baju ganti, minyak telon, popok, bedak, ditambah dua senjata pamungkas yaitu ASI Perah ibu donor dan botol dot bayi.  Ini yang bikin saya berani bawa Sera keluar rumah.  Senjata ini digunakan kalau Sera tetap nangis walau sudah saya nenenin.  Tangisan Sera bisa memekakkan telinga, bikin panik dan ngga nyaman.  Bisa dibilang tangisan Sera cukup keras untuk bayi perempuan seusia dia.

    Apa yang saya takutkan itu terjadi juga.  Sebelum renang, prosedurnya Sera dipijat dulu oleh terapis.  Nah, saya kewalahan saat dia menangis dan mulai rewel pada saat di pijat.  Teriakan dan tangisannya terdengar menggema di koridor ruangan spa.  Saya dan suami panik, langsung saya keluarkan senjata saya tadi.  ASI Perah dihangatkan dulu lewat air di dispenser sana.  Suami yang ngasih ASI perah melalui dot, alhamdulillah lumayan meredakan rewelnya.  Perlahan tangisan itu hilang dan Sera anteng ngedot.  Untuk sementara, lega rasanya.

    Melihat kejadian tadi, si terapis pijat bayi berkomentar, "Bayi Ibu kaya'nya kelaparan." Langsung deh, saya curhat panjang lebar kalau selama ini saya sedang berjuang menyusui bayi saya.  Tangisan kelaparan anak saya itu sepertinya terdengar familiar di telinga terapis, ya mungkin dia sudah sering menemui kasus serupa.  

    Lalu dia menawarkan untuk pijat payudara.  Menurutnya, dengan teknik tertentu, pijat payudara ini bisa memperlancar ASI ditambah teknik totok di bagian-bagian tertentu.  Di benak saya waktu itu: 'Hah? ini pijat apa lagi??'. Tanpa berpikir lebih jauh, saya setuju melakukan pijat ini apapun lah itu tekniknya.  Padahal, payudara saya sudah dipijit oleh kurang lebih 5 orang dari mulai bidan, dokter, asisten bidan,  sampai tukang salon langganan ibu.  Bahkan yang terakhir itu, sampai pijat diolesi oncom (terdengar aneh, kan?!). Iya oncom buat dimakan itu loh. Soalnya kata dukun beranak di daerah rumah si teteh salon, oncom bisa mengurangi bengkak payudara. (Apa lagi ini...&^%$#*)

    Hari pijat itu datang juga.  Mbak terapis datang ke rumah, lalu pijat payudara saya.  Pertama diolesi minyak dulu, terus dipijat dan dikeluarkan ASI-nya lalu terakhir di kompres air hangat.  Tujuan mengeluarkan ASI setelah dipijat supaya sisa ASI dalam saluran ASI terbuang. Jadi ASI yang keluar nanti diharapkan lebih lancar tanpa hambatan. 

    Coba tanya rasanya pijat kali ini kaya apa?! Begini kira-kira deskripsinya, rasanya ituuu, payudara kanan kiri ibarat ditusuk2 sama jarum, terus jarumnya ditekan kuat-kuat, bertubi-tubi sampai ga bisa ngambil nafas. Air mata saya deras tumpah ruah selama dipijat.  Mewek. Ssakkiitt sekali.  

    Lagi-lagi, semua ikhtiar ini saya lakukan demi anak dan demi sebuah komitmen untuk tetap memberikan ASI.  Saat itu saya berpikir sungguh seorang ibu/wanita mengalami sakit yang beraneka rupa.  Melahirkan, jahitan setelah melahirkan, menyusui, bengkak saat menyusui, urat-urat punggung yang tertarik akibat menyusui saat bengkak, pijat payudara, dan teman-temannya. Hmm.. mungkin ini salah satu alasan dalam Islam kenapa kita harus menghormati ibu, ibu, ibu, lalu ayah.

   Eits, taapiiii efek setelah pijatan dahsyat itu, saya langsung nenenin Sera. Syukur alhamdulillah, terdengar suara glek-glek seperti minum air dari gelas.  Senang rasanya Sera bisa minum ASI kaya gitu.  Pertama kali saya dengar suara kaya tadi, lalu saya optimis ini bisa jadi solusi permasalahan selama ini.  Dua kali terapi pijat payudara, sakitnya masih sama, namun efeknya lebih baik dari yang pertama. 

  Setelah pijat Sera terlihat puas menyusu sebab dia ngga rewel lagi, anteng. Perkembangan menyusui saya membaik seiring terapi-terapi berikutnya.  Bisa dibilang perkembangan menyusui saya sangat pesat, saya bisa menyusui dengan normal, artinya setiap kali Sera nenen saya bisa memenuhinya.  

   Lupakan sakitnya pijatan itu, saya kini benar-benar bisa menyusui, dan akan terus menyusui sampai Sera 2 tahun. Lalu timbul kepercayaan diri saya lagi.  Semenjak saat itu saya ngga pernah pakai donor ASI lagi.  Berat badan Sera naik dan bahkan naik terus sampai bobot berat badannya naik berkali lipat.  Sera sekarang jadi anak gembul, gendut, chubby, tembem, ini buktinya.





Seraaa....


    Masa-masa tersulit menyusui Sera perlahan bisa saya lalui.  Total perjuangan saya tiga bulan atau kurang lebih 120 hari semenjak kelahiran Sera. Ternyata tantangan saya ini berakhir dengan solusi pijat payudara dan membuang sisa ASI di saluran ASI. Karena keseringan dipijat payudara, lama-lama saya bisa menangani masalah sendiri seperti pijat payudara yang bengkak.  Alhamdulillah.  Oia, terbukti kan, tantangan menyusui saya bukan bentuk puting seperti vonis dokter di klinik laktasi waktu itu?!  Masih sebel sih kalau ingat kejadian dulu.  Hehe.

    Tuhan pasti menyiratkan hikmah dibalik ujian yang diberikan pada setiap hamba-Nya.  Buat saya, tantangan menyusui ini jadi bukti dari kalimat "Man Jadda Wa Jadda" (Barangsiapa yang bersungguh-sungguh maka pasti akan berhasil).  Subhanallah ini terjadi pada saya.  Dari pengalaman saya tadi, saya jadi yakin sama kisah orang-orang yang sukses menyusui dengan perjuangan masing-masing.  Kini saya meyakini kata-kata para pejuang ASI yang lain:  BISA menyusui eksklusif.  Kuncinya di keyakinan dan kepercayaan diri ibu dan dukungan orang-orang sekitar dengan disertai usaha dan doa yang maksimal.

   Ibu-ibu lain pasti punya tantangan sendiri-sendiri.  Ada yang menyusui dua anak sekaligus, alias tandem nursing, menyusui eksklusif sambil bekerja, menyusui anak yang prematur, bayi kuning, mencari donor ASI, juga beragam kasus lain yang mungkin lebih menantang dibandingkan saya.  Tantangan menyusui ini bisa dilewati oleh para ibu yang MAU dan YAKIN berjuang dengan segala cara supaya bisa tetap menyusui.  Saya juga awalnya ragu, tidak yakin, pesimis, bisa terus menyusui.  Takdir berkata lain setelah berbagai cara saya tempuh menaklukkan tantangan demi tantangan ini.

   Dan dengan bangga, saya haturkan sandarkan titel PEJUANG ASI untuk saya, suami, Sera, dokter, terapis, bidan, ibu donor ASI, keluarga dan para sahabat yang selalu dukung ASI eksklusif.  Tentu ditambah bantuan moral AIMI Jawa Barat berikut ibu-ibu pemijat payudara. Hehe.  Saya jadi semangat meneruskan perjuangan ASI, ikut dukung kampanye ASI untuk ibu-ibu di seluruh dunia.
Salam ASI.

Sera then
Sera now

3 komentar:

  1. Sangat menginspirasi bgt sist.., akhirnya perjuanganya berhasil.
    Klo boleh tau pijat nya d mana?
    Pengen coba.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thanks mba.. Kebetulan ibu pemijatnya sudah nggak bekerja lagi di tempat dulu (baby spa).

      Mungkin bisa mba coba ke rumah sakit ibu dan anak, atau ke bidan mba. Biasanya juga ada yang menyediakan layanan pijat ini...

      Hapus
  2. Ada no.kontaknya ga ya mba? Makasih

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungan dan komentar Teman-teman :)