Kamis, 13 Juni 2013

Pejuang ASI - 1

ASI itu apa sih? Ya, betuullll.  Semua kompak menjawab Air Susu Ibu!  Lalu waktu kecil dulu, kita pernah sering melafalkan lagu 'Anak Sehat' yang kira-kira bunyinya begini:

"Aku anak sehat tubuhku kuat
Karena ibuku rajin dan cermat
Semasa aku bayi
Selalu diberi ASI
Makanan bergizi dan imunisasi

Berat badanku ditimbang slalu
Posyandu menunggu setiap waktu
Bila aku diare
Ibu selalu waspada
Pertolongan oralit
Slalu siap sedia.."

    Simak baik-baik deh, disitu ada kata-kata "..Semasa aku bayi, selalu diberi ASI.."  Hmm... Ngomong-ngomong soal ASI, jadi pengen berbagi pengalaman saya selama menyusui yang kaya roller coaster, naik turun, jungkir balik.. Hehe.  Beginilah kisahnya.. 

    Saya seorang ibu yang masih ngasih ASI untuk Sera, 21 bulan, dan masih ingin terus Nge-ASI sampai dia dua tahun. Insya Allah tinggal beberapa bulan lagi menuju bulan Oktober. Kalau mengingat-ingat masa awal Nge-ASI dulu, rasanya saya ngga percaya, masih terkagum-kagum sama diri sendiri bisa memberikan cairan alami itu sampai sekarang.  Memang setelah hamil dan melahirkan, perjuangan selanjutnya adalah menyusui. 

    Jika hamil dan melahirkan saya rasa ngga ada kendala berarti, tapi begitu harus menjalani proses menyusui saya mengalami tantangan luar biasa yang harus saya lewati sampai harus berdarah-darah dan bernanah-nanah (dalam arti sebenarnya :p).

    Putri kecilku Syakira Azzahra Riyona Rizviana (Sera) lahir ke dunia pada tanggal 13 Oktober 2011 pukul 14:50 di rumah sakit Zuster Tedj* Bandung melalui persalinan normal induksi.  Berat badan lahir Sera 3,1 kg dan tinggi 48 cm, saya juga bersyukur bisa melakukan proses Inisiasi Menyusui Dini (IMD). Waktu itu Sera diletakkan di bawah dada, dia bergerak-gerak menuju payudara saya sambil mulutnya megap-megap.  Hihi, lucu sekali.  Rasa sakit habis melahirkan sirna sudah kala melihat pemandangan indah ini.  Ya, akhirnya usaha Sera berhasil.  Dia meraih puting payudara kemudian 'mengenyot' pelan, walaupun waktu itu saya belum keluar cairan ASI pertama, kolostrum. Jadi dia hanya mengenyot puting aja.

    Masuk ruang perawatan, Sera dan saya rawat gabung (rooming - in).   Ini penting dalam mencari rumah sakit ideal untuk melahirkan berdasarkan informasi yang saya dan suami cari sebelum lahiran.  Sebab, si ibu bisa menstimulasi keluarnya ASI, menyusui bayinya kapanpun bayi mau. 

    Sera smpat curi start, sebelum waktunya Sera tidur bareng saya, sekitar jam 9 malam suster sempat mengetuk pintu kamar.  Suster ngasih Sera ke saya karena dia nangis terus di kamar bayi.  Tangisannya yang kencang sampai-sampai membangunkan bayi yang lain.  Kata Suster sih, bayi saya ingin tidur sama ibunya.  Ih, anak mameh ini ya.  Hehe.

**
    Hari pertama jadi seorang ibu, saya menghadapi #tantangan1 yaitu, bentuk puting yang belum keluar sempurna.  Tidak datar, tapi putingnya kurang panjang untuk ditarik dan diisap.  Akibatnya Sera susah menarik puting dan mengisapnya, terus dia jadi rewel dan nangis.  Suster yang tahu kejadian itu lalu memberikan kapas basah dan semacam suntikan yang sudah dilubangi untuk menarik puting supaya bisa diisap bayi.  Fungsinya menyedot puting supaya keluar, ditarik, ditarik, ditarik berulang kali sebelum menyusui.  Alat ini malah bikin puting saya jadi lecet, luka tersayat kira-kira sepanjang 1 cm, perih dan mengeluarkan sedikit darah. 

    Saya pikir luka ini bakal cepat sembuh seperti goresan di tangan atau tempat lain.  Tapi lama kelamaan, si luka di puting semakin meradang dan menyebabkan nyeri sampai ke punggung-punggung kalau diisap.  Radang itu lama kelamaan mengeluarkan cairan kuning, saya curiga itu nanah akibat infeksi.  Jadi rutin saya bersihkan sebelum nenenin Sera.  Walaupun luka terbuka seperti itu, tetap harus dikasih ke Sera, kata bidan nanti juga sembuh sendiri sama cairan ASI.  Sering-sering oles ASI sesudah menyusui bisa mempercepat sembuhnya luka di puting, katanya.

    Ritual nenenin Sera kali ini yaitu:  Saya tarik napas dalam-dalam, coba menguatkan diri, setiap kali Sera nenen, sebab menyusui dalam keadaan luka seperti itu sakiiit sekali.  Seperti ada urat-urat di punggung ketarik paksa bersamaan saat Sera mengenyot payudara.  Euggghhhh.  Adegan berikutnya: si bayi nangis minta nenen, si mameh juga ikutan nangis minta udahan.  Sakitnya bikin merinding meringis merintih. Tiga minggu saya menyesuaikan diri dengan menyusui dengan rasa sakit ini.  Sambil tarik-tarik bantal lah, gigit-gigit baju lah, nangis-nangis lah.  Alhamdulillah, perjuangan pertama saya lewati setelah luka di puting sembuh sendiri setelah satu bulan.

**

   Berikutnya, #tantangan2 yaitu, payudara bengkak karena ASI melimpah.  Syukur alhamdulillah saya produksi banyak ASI, ternyata kalau lama ga di nenenin bisa bengkak dan payudara jadi keras.  Baru tahu, ASI harus dikeluarkan dengan dipijat lalu diperah.  Efeknya ke saya, kalau udah kejadian bengkak gini saya jadi demam, panas dingin dan rasanya sakit nyut-nyut.  Berhubung saya belum bisa pijat sendiri, ya cari tenaga bantuan bidan supaya datang ke rumah minta tolong pijit.  Jangan tanya rasanya kaya apa.  Kalau lecet mah, merinding meringis merintih, nah dipijat payudara bengkak tambah lagi.  Menjerit meraung sesenggukan mencakar suami. Sekian.

    Memasuki usia satu bulan Sera saatnya imunisasi.  Saya ingin cari dokter perempuan supaya bisa konsultasi masalah ASI sekalian. Saya benar-benar ngga punya ilmu menyusui, dari cerita ibu saya selama menyusui anak-anaknya lancar-lancar aja ngga ada kendala berarti.  

    Usaha pertama cari dokter, sang suami bantu browsing cari siapa dokter yang cocok dengan kriteria kami itu lalu tertuju pada satu dokter di RS Limij*ti Bandung.  Dokter muda, perempuan, pro-ASI, Rational Use of Medicine (RUM) alias ga sembarang kasih obat, dan nilai plusnya beliau adalah konselor ASI. Wah, cocok nih pikir saya. Pas banget kan?!  Ga pikir panjang, saya daftar ke Limjat* lalu bertemu dan berkenalan dengan dokter cantik plus ramah ini,  Dr. Frecillia Regina, Sp.Ak.

    Ternyata, saya dapat banyak ilmu tentang menyusui; solusi ASI bagel/bengkak, teknik memijat, teknik memerah, posisi menyusui, perlekatan mulut bayi dan payudara ibu, dan faktor terpenting adalah faktor psikis sebagai kunci kelancaran ASI yang ada di 'me time' ibu.  Kata beliau, kalau si ibu happy kala menyusui, bisa memperlancar keluarnya ASI.  

   Yah, mungkin saya masih galau pasca kelahiran dan tantangan awal menyusui, belum biasa bergadang, bayi rewel minta nempel terus, dan saya sangat-sangat tidak punya 'me time'.  Problemnya yaitu, bayi saya hobi mengempeng berjam-jam.  Gimana mau me time?!  Ah ya, reaksi dokter kala itu sempat melongo, terkaget kaget saat saya bilang Sera kalau nenen bisa berpuluh-puluh menit sampai berjam-jam.  "Ini ngga wajar," katanya.  Bayi menyusui sekitar 15-20 menit sekali menyusui.  Masa iya sih berjam-jam ngga wajar? Mungkin aja dia kelaparan. Toh selama ini saya fine-fine aja dengan rutinitas itu, paling pegel bagian pantat kelamaan duduk nenenin.

    Tak terasa, pembawaan dokter yang friendly bikin sesi konsultasi ini bisa sampai satu jam, padahal imunisasinya sebentar aja. Tapi itu dulu, setahun yang lalu.  Sekarang kalau mau ketemu dokter cantik ini harus ngantri panjanggggg dan lama.  Syukurlah saat masa-masa kritis saya, dokter Frecillia masih punya banyak waktu luang.  

    Lalu  satu hal yang bikin saya sangat sedih, begitu dokter bilang berat badan Sera kurang beberapa ons lagi.  Berat badannya saat itu di bawah rata-rata, yaitu sekitar 3 kg sama dengan berat lahirnya.  Normalnya anak usia satu bulan bisa 4-5 kg. Peer saya, harus punya me-time, happy,  dan tetep nge-ASI biar berat badannya kembali normal  Saya pulang bawa perasaan sedih plus seneng karena dapet dokter yang cocok, sesuai sama apa yang saya butuh.

**
Next episode: tantangan#3: low milk supply.. Bayi saya kelaparan..

    Punya dokter kece dan support ASI aja belum cukup buat saya mengatasi masalah ASI.  Sera masih rewel, sering banget nangis, dalam sehari berpuluh-puluh kali nangis.  Saya sempat frustrasi dengan kejadian ini, saya harap ini bukan baby blues syndrome.  Kini saya memasuki #tantangan3 yaitu, low milk supply alias asupan ASI ke bayi ga mencukupi kebutuhan bayi.

    Bayi rewel salah satu indikator kekurangan ASI alias kelaparan,  nangis  terus menerus walau sudah nenen, bahkan sampai berjam-jam. Oh mungkin ini ya nama kerennya penyebab Sera rewel dan tampak kelaparan walaupun sudah disumpel nenen berjam-jam. Ah iya, saya ingat kata dokter, perlekatan yang baik supaya bayi bisa menyusu ke areola, si bank ASI.  Berkali-kali saya betulkan posisi menyusui Sera supaya puting masuk ke langit-langit mulut Sera.  Lalu dagu bawah menempel pada payudara saya.  Persis seperti petuah dokter.  Hmmmmh.  Sera masih aja nangis kenceng, tapi dinenenin udah, malem-malem dia ga nyenyak bobo karena sering nangis.  Begini salah begitu salah.  

Terus saya harus gimana lagi?!  

    Dibilang stres iya, ga ada me time iya, di sisi lain saya harus terus berjuang supaya bisa menyusui normal, banyak, bisa bikin Sera kenyang ga rewel terus.  Apa ASI saya kurang??? Iya, kayanya ASI saya kurang! Saya ngga bisa menyusui Sera! Aarrgghhh!!!

    Disinilah  titik rendah perjuangan menyusui saya  memasuki episode baru.  Saya dihadapkan pada dua pilihan; tetap menyusui dalam kondisi yang seperti itu atau susu formula.  Sebab Sera nangis tidak berhenti.  Keyakinan saya bisa memberikan ASI eksklusif jadi berkurang, saya ngga percaya diri lagi.  Saya belum bisa memenuhi kebutuhan ASI Sera sampai berat badannya susah naik.  Justru turunnya faktor moral ini malah bisa bikin ASI beneran ngga keluar, kata teori.  Kuncinya ibu harus happy, yakin bisa menyusui.  Itu terus yang digemakan suami saya ke telinga berkali-kali.  Badan saya sudah lelah secara fisik, emosi sering naik turun bahkan saat itu lagi turun-turunnya.  

    Suatu malam, terdengar suara tangisan bayi kelaparan sementara ASI saya tidak bisa menenangkan bayi ini.  Saya dan suami saat itu masih pisah rumah sebab suami kerja di Bintaro, pulang kalau akhir minggu.  Sementara saya tinggal dengan ibu, pasti beliau ikut menemani kalau malam-malam Sera nangis, begadang. 

   Pada saat itu beliau sarankan saya beli susu formula untuk jaga-jaga kalau Sera terus menangis sepanjang malam.  Lewat telepon, suami saya yang dalam perjalanan pulang ke Bandung mewanti-wanti untuk tetap tenang dan berpikir positif supaya ASI nya bisa mengalir lagi.  

  Konflik terjadi saat sang suami tidak setuju pembelian susu formula.  Apapun keadaannya, ini bertolak belakang sama perasaan saya yang ga tega Sera nangis terus, saya kan sudah capek seharian ngurus bayi rewel. Saya ingin Sera terpenuhi kebutuhannya, dia bisa kenyang, ngga rewel terus. Saya minta ibu langsung bicara ke suami supaya mengijinkan dikasi formula sebab saya tahu suami mengharamkannya. Entah kenapa suami bisa sekeras itu pada pendiriannya. Walhasil, sang suami menolak halus dengan terus mendukung saya tetap tenang dan tenang.  Tapi, nampaknya ibu saya ga tega dengar si bayi menangis terus, lalu nyuruh si adik bungsu beli susu formula merk S*M.  Karena toh dulu ibu biasa memberikan susu itu untuk anak-anaknya. 

    Tengah malam menjelang dini hari, susu sudah dibeli, saya sedikit tenang. Tak berapa lama suami sampai ke rumah. Sera baru aja terlelap tidur sambil nenen, atau mungkin ngempeng.  Pasti dia kecapean juga setelah nangis berjam-jam. Sementara itu susu formula yang baru dibeli masih teronggok ga sempat dibuka. Juga dot bersih yang siap menampung sufor hanya berakhir di meja makan.  Suami ngerasa kedatangan dia tepat waktu sebab susu formula ga sempat diberikan ke Sera.  Perasaan saya berkecamuk sebab saya masih belum pro-ASI seratus persen. Menyayangkan kenapa sih suami ngga mau kasih susu formula dan membiarkan anaknya kelaparan ?!  


  Masih di #tantangan3, saya masih belum menemukan solusi untuk low milk supply ini.  Beruntungnya lagi  dokter anak yang juga konselor menyusui tadi juga tergabung di AIMI - Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia.  Lalu saya cari tahu tentang AIMI dan menemukan tempat konseling menyusui yang berlokasi di jalan Lemah  Neundeut Bandung.   

    Saya pun datang bermaksud cari informasi lagi, tentang menyusui. Kami menemukan kompleks ruko, masuk lagi ke sebuah ruangan dan bertemu dengan konselor AIMI.  Nama konselor berjilbab ini mbak Antjheu.  Disini saya dapat ilmu menyusui lainnya.  Kata konselor salah satu cara mengatasi low milk supply yaitu perlekatan yang benar.  Posisi puting dan mulut bayi, dan posisi menyusui harus sesuai. Kalau posisi sudah betul, maka si bayi mudah mengisap bank ASI yang letaknya di areola.  Bank ASI bukan di puting, jadi kalau mulut bayi hanya mencakup area puting ngga akan kenyang nenen. Walaupun saya sudah mencobanya, tak ada salahnya diulang-ulang terus.  

   Info lainnya, tentang teknik perah payudara juga saya belajar. Info-info tadi sudah saya ketahui sebelumnya dari literatur dan dokter.  Sedangkan tambahan ilmu lain saya dapat tentang metode menenangkan bayi rewel, Swing, Sing, dll. Mengapa butuh belajar teknik ini, sebab si bayi nangis belum tentu lapar, siapa tau dia kolik, perutnya kembung, atau bosan atau yah banyak penyebabnya.

    Oia, satu hal, sang konselor melihat putri saya yang tertidur di pangkuan.  Beliau bilang Sera cenderung gemuk loh. Mungkin dilihat dari pipinya yang chubby, padahal sebenarnya kalau mengukur angka berat badannya masih tergolong di bawah rata-rata.  

   At least, saya terhibur dengan komentar penampakan Sera yang dari luar bulat yang menurut Mbak Antjheu ga bermasalah.  Konsultasi yang bertarif 75 ribu ini cukup banyak memberikan info buat saya dan kembali menguatkan saya untuk tetap semangat nge-ASI.  Saya terus cari dukungan lain selain suami dan keluarga. Untungnya suami masih mau nganter-nganter.


Next: Perjuangan masih belum berakhir, dalam Pejuang Asi -2 bercerita lanjutan perjuangan saya cari donor ASI buat Sera....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan komentar Teman-teman :)